Imunitas Direksi Dalam Perseroan

November 29, 2022
Direksi merupakan salah satu Organ dalam Perusahaan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang diatur dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, atau dalam hal lain Direksi mengemban Fiduciary Duty Business Judgment Rule (BJR) adalah merupakan salah satu doktrin yang ada dalam hukum perusahaan, dimana doktrin tersebut memberikan perlindungan terhadap direksi perusahaan untuk tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul dari suatu konsekuensi apabila tindakan direksi didasarkan pada itikad baik dan sifat hati-hati. Black’s Law Dictionary mendefinisikan business judgment rule sebagai suatu tindakan dalam membuat suatu keputusan bisnis tidak melibatkan kepentingan diri sendiri, kejujuran dan mempertimbangkan yang terbaik bagi perusahaan (the presumption that in making business decision not involving direct selfinterest or selfdealing corporate directors act in the honest belief that their actions are in corporation best interest).

Sehingga membuat Direksi mempunyai Imunitas yang tidak dapat dipersalahkan oleh siapapun meski keputusan tersebut merugikan perseroan Konsep ini kerap kali dipandang untuk memberi perlindungan kepada Direksi atas pengambilan keputusan bisnis yang sudah berdasarkan prinsip Due Care & Diligence. Namun BJR tidak membebaskan Direksi bila memang terbukti ada indikasi penyalahgunaan wewenang atau korupsi. Kesalahan direksi dalam mengambil keputusan yang dapat dimintai pertanggung jawabannya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam buku Munir Fuady tentang Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Bertentangan dengan prinsip fiduciary duty. Dalam hal ini termasuk jika ada unsur benturan kepentingan (conflict of interest).

  2. Bertentangan dengan prinsip kehati-hatian (due care), dalam hal ini termasuk jika ada unsur kesengajaan atau kelalaian.

  3. Bertentangan dengan prinsip putusan yang bijaksana (prudence).

  4. Bertentangan dengan prinsip itikad baik.

  5. Bertentangan dengan prinsip tujuan bisnis yang benar (proper purpose).

  6. Kesalahan direksi karena tidak kompeten.

  7. Melanggar hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

  8. Kesalahan karena direksi kurang informasi (lil informed).

  9. Dalam mengambil tindakan/putusan, direksi terlalu tergesa-gesa (hasty action).

  10. Kesalahan karena keputusan diambil tanpa investigasi dan pertimbangan yang rasional.



Dalil gugatan keliru putusan bisnis:

“Pengadilan tidak boleh melakukan pendapat bandingan terhadap putusan bisnis dari direksi tersebut”

Pengadilan tetap dapat melakukan penilaian terhadap setiap putusan direksi termasuk putusan bisnis yang sudah disetujui oleh RUPS sepanjang untuk memutuskan apakah putusan tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku atau tidak, tetapi tidak dengan sesuai atau tidaknya dengan kebijaksanaan bisnis.

Namun pertanggungjawaban tersebut tidak secara mutlak diberikan kepada setiap Direksi dalam jabatannya dan dalam setiap keputusan yang diambil, Direksi sendiri wajib untuk memenuhi persyaratan-persyaratan terkait dengan Business Judgment Rule yaitu:

  1. Dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose);

  2. Putusan tersebut mempunyai dasar-dasar yang rasional (rational basis);

  3. Dilakukan dengan kehati-hatian (due care);

  4. Dilakukan oleh orang yang cukup hati-hati pada posisi yang serupa; dan

  5. Dilakukan dengan cara kayak dipercayainya (reasonable belief).


Business Judgment Rule diatur selanjutnya dalam Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dimana mengatur bahwa Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

  • Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

  • Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

  • Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

  • Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.


Adapun pengecualian pertanggungjawaban direksi sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 97 ayat (3) bahwa Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan secara nyata bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

Dalam Pasal 155 lebih memberatkan dengan menyatakan bahwa, pertanggungjawaban Direksi/Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya juga tidak mengurangi pertanggungjawabannya di dalam ruang lingkup Pidana.

Bentuk kesalahan-kesalahan yang dapat ditoleransi berdasarkan undang-undang terkait dengan Business Judgment Rule adalah sebagai berikut:

  1. Hanya salah dalam mengambil putusan (mere error of judgment).

  2. Kesalahan yang jujur (honest mistake, honest error in judgment).

  3. Kerugian perusahaan karena kesalahan pegawai perusahaan (kecuali jika tidak ada sistem pengawasan yang baik).


 
Kasus Business Judgement Rule di Indonesia

Salah satu peristiwa yang masih hangat adalah kasus korupsi yang menimpa Karen Agustiawan (Mantan Direktur Utama Pertamina). Keputusan bisnis Pertamina untuk berinvestasi di Blok Migas Basker Mantan Gummy (BMG) Australia kemudian berujung pidana korupsi dan diproses oleh Kejaksaan Agung. Karen dianggap telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 568 miliar akibat kelalaianya dalam due diligence process pada investasi di Australia tersebut. Pembelaan yang dilakukan oleh kuasa hukum dari Karen tentang penggunaan konsep BJR dan tidak adanya niat jahat (mens rea) tidak dikabulkan oleh hakim pada tingkat pertama. Pada 10 Juni 2019, Karen dinyatakan terbukti korupsi dan divonis 8 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar. Putusan ini kemudian diperkuat di tingkat banding.

Beruntung 9 Maret 2020 lalu Mahkamah Agung (MA) pada akhirnya menjatuhkan amar putusan melepaskan Karen selaku terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag). Salah satu alasan Mahkamah Agung melepas Karen adalah karena apa yang dilakukan terdakwa Karen adalah “Business Judgement Rule” dan perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Menurut Majelis Kasasi, putusan direksi dalam suatu aktivitas perseroan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun meski putusan itu pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi perseroaan. Hakim meyakinin bahwa tindakan Karen sebagai sebuah risiko bisnis, bertolak dari karakteristik bisnis yang sulit untuk diprediksi (unpredictable) dan tidak dapat ditentukan secara pasti.

Vonis 8 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Karen sebelumnya oleh pengadilan – meskipun akhirnya “bebas” di tingkat kasasi MA pada akhirnya menimbulkan polemik dan kekhawatiran terhadap setiap Direksi perusahaan maupun Direksi BUMN dalam mengambil keputusan bisnis.

 
Kesimpulan:

Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, Business Judgment Rule sendiri adalah hal yang mengatur terkait dengan ketentuan-ketentuan apa saja yang dapat melindungi Direksi dalam menjalankan usahanya. Sehingga fokus utama dari Business Judgment Rule yang dituangkan dalam UU adalah sebagai bentuk proteksi dalam menjalankan fiduciary dutynya sebagai direksi, yang mana sepanjang Direksi tersebut dapat membuktikan bahwa keputusan bisnis yang diambil olehnya telah memenuhi persyaratan dan dapat dibuktikan sebagaimana yang telah diamanatkan di dalam Undang-undang.

Sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 bahwa direksi adalah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya, yang mana hal tersebut merupakan tugas dan wewenang yang berat bagi Direksi dalam mengemban jabatan dalam Perusahaan.

 




Source:

  1. Bryan A. Garner, 2010, Black’s Law Dictionary, America, West, Thomson Group, hlm 212

  2. Lestari S. N., “Business Judgment Rule Sebagai Immunity Doctrine Bagi Direksi Badan Usaha Milik Negara di Indonesia”, Notarius, Vol. 8 No. 2, 2015, hlm. 302;

  3. UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

  4. Fuady, Munir. Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia. Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014;

  5. Putusan Mahkamah Agung Nomor 121 K/Pid.Sus/2020 tanggal 9 Maret 2020

  6. [Workshop] Mencegah Fraud dan Korupsi Korporasi Melalui Penerapan Business Judgment Rule NgertiHukum.ID


Author:
Setyami Wanudya
Dwi Setya Ari A.
Sarah Caroline A.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

HEAD OFFICE

DKI Jakarta

GoWork Unit 239 Puri Indah CBD
Jl. Puri Indah Raya Unit 239, RT.3/RW.2
Meruya Utara, Kota Jakarta Barat,
DKI Jakarta - 11610

+62 21 5098 6362
info@anclegalbusiness.com

REPRESENTATIVE OFFICE

Tangerang

ICON Business Park 5 No. F2
Jalan BSD Raya Utama
BSD City, Tangerang
Banten - 15345

+62 818 1874 6660
admin@anclegalbusiness.com

HOTLINE

Copyright © A&C - 2024
All rights reserved by PT Anugerah Global Solusindo